Disrupsi, Mau Jadi Pelaku atau Korban?

Disrupsi, Mau Jadi Pelaku atau Korban?

0Shares

Generasi milenial adalah generasi yang sangat kreatif dan berwawasan luas. Karena kreativitas inilah banyak perubahan hebat yang terjadi. Perubahan-perubahan hebat tersebut lah yang disebut dengan disrupsi.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, disrupsi diartikan sebagai ”hal tercabut dari akarnya”. Ini bisa dipahami sebagai sebuah perubahan hebat dan cepat, fundamental dengan mengacak-acak pola tatanan lama dan menciptakan tatanan baru.

Sebagian besar disrupsi terjadi karena adanya revolusi teknologi. Teknologilah yang telah berhasil membuat segalanya menjadi mudah dan murah. Teknologilah yang memudahkan orang berkomunikasi tanpa bertatap muka. Teknologilah yang telah berhasil menciptakan lapangan-lapangan kerja baru.

Dalam revolusi industri, inilah yang disebut dengan revolusi industri generasi 4.0. Yakni revolusi industri ke-4 yang terjadi di Indonesia bahkan di seluruh dunia.

Era disrupsi ditandai dengan berubahnya pola lama dan muncullah pola-pola baru. Sesuatu yang sebelumnya mahal, berubah menjadi murah; tak terjangkau menjadi mudah dijangkau, dan seterusnya. Akibatnya, pola lama akan ditinggalkan dan orang akan berbondong-bondong dengan pola baru yang lebih mudah dan murah.

Disrupsi Bisnis

Disrupsi tidak kenal kompromi. Dia menyentuh seluruh sendi kehidupan manusia. Diminta atau tidak. Disrupsi bahkan telah menyentuh aspek paling fundamenta l dari kehidupan manusia: ekonomi dan bisnis.

Tidak sedikit bisnis besar yang telah lama tumbuh harus tumbang oleh munculnya pesaing dan pola-pola baru. Tidak sedikit juga bisnis besar yang kini tinggal menunggu ajalnya tiba.

Untuk lebih memudahkan memahami disrupsi tersebut, penulis akan tampilkan beberapa contoh disrupsi yang terjadi dalam dunia bisnis.

Fenomena Go-Jek

Pertama bisa kita mulai dari bisnis transportasi. Selama puluhan tahun, jasa transportasi seperti taksi, ojek, kendaraan umum atau sejenisnya digunakan oleh masyarakat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hanya itu saja jasa pelayanan yang tersedia tidak ada pilihan lain.

Tiba-tiba muncullah gagasan dari seorang anak muda yang bernama Nadiem Makarim dengan membuat aplikasi bernama Go-Jek. Aplikasi tersebut menghubungkan antara driver dan masyarakat sebagai pengguna. Apabila orang ingin menggunakan jasa transportasi, dia hanya tinggal unduh aplikasi dan memilih layanan yang diinginkan.

Bahkan tidak hanya transportasi, Go-Jek kini memiliki fitur layanan yang sangat variatif. Ada Go-Car (taksi online), Go-Ride (ojek online), Go-Food (Makanan), Go-Send (antar barang), dan seterusnya.

Dalam bidang taksi online misalnya, dahulu sebelum ada Go-Jek, untuk bepergian menggunakan taksi aksesnya sangat terbatas. Kita harus berdiri di pinggir jalan untuk memberhentikan secara langsung. Bisa juga kita menelephone, tapi dengan menunggu sangat lama driver akan datang.

Tapi kini, seseorang hanya membutuhkan aplikasi yang langsung bisa diunduh di ponsel pintar masing-masing orang. Menentukan tujuan dan tempat penjemputan hingga melihat harga secara langsung. Apakah semua ini bisa kita lakukan sebelumnya?

Tidak bisa sama sekali. Bahkan sebelumnya kita akan dihantui oleh argo yang berputar terus. Sehingga menjadi was-was. Maka taksi hanya digunakan oleh orang tertentu yang memiliki uang cukup atau untuk kepentingan-kepentingan yang cukup mendesak.

Tetapi saat ini jasa taksi online dipakai oleh semua kalangan, bahkan oleh orang dengan kemampuan menengah ke bawah. Sebuah revolusi yang sangat besar terjadi dalam konteks transportasi.

Sesuatu yang sederhana dari Go-Jek berhasil memporak-porandakan tatanan bisnis yang berjalan selama bertahun-tahun. Bahkan bisnis-bisnis transportasi raksasa telah tumbang dan mengalami kerugian karena munculnya aplikasi ini.*

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *